-->

Respons Warga terhadap Wacana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Soal Tarif Rp 2.000 JakLingko

Unras.com, Jakarta –Wacana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menerapkan tarif Rp 2.000 pada layanan Mikrotrans atau JakLingko menuai banyak reaksi dari warga yang sehari-hari mengandalkan transportasi terintegrasi ini. Rencana perubahan layanan yang selama ini dikenal gratis tersebut langsung menarik perhatian para pengguna tetap, terutama yang tinggal di wilayah padat penduduk.

Dalam beberapa hari terakhir, pembahasan mengenai tarif baru JakLingko semakin ramai karena dianggap akan memengaruhi mobilitas harian masyarakat kelas pekerja. Banyak yang menganggap perubahan ini sebagai kebijakan wajar, namun tidak sedikit pula yang merasa akan terkena dampak berlapis.
Di tengah perdebatan tersebut, sebagian warga mencoba melihatnya dari sisi manfaat jangka panjang, terutama bila tarif yang diberlakukan bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan.

Nico (23), pengguna aktif yang sering mengandalkan JakLingko untuk aktivitas harian, menilai tarif Rp 2.000 masih masuk akal. Ia menyebut harga tersebut lebih ringan dibanding ongkos angkot konvensional yang pernah digantikannya. Ia mengingat masa ketika tarif angkot reguler sudah mencapai Rp 3.000 untuk pelajar dan Rp 5.000 untuk umum, sehingga ia menilai perubahan ini tidak akan terlalu membebani. Meski demikian, ia menegaskan bahwa layanan berbayar harus dibarengi peningkatan kualitas, termasuk perilaku pengemudi agar lebih disiplin.

Menurut Nico, JakLingko adalah bagian dari integrasi transportasi Jakarta sehingga standar pelayanannya seharusnya mengikuti kualitas transportasi umum lain di bawah Pemprov. Ia berharap sopir menjalankan tugas secara profesional, tidak ugal-ugalan, dan mampu menjaga kenyamanan penumpang selama perjalanan. Ia menilai sopir JakLingko harus berada di level yang lebih baik dibandingkan angkot lama agar perubahan tarif tetap diterima masyarakat.

Selvi (25), penumpang lain yang tinggal di wilayah Jakarta Barat, memiliki pandangan berbeda. Ia tidak keberatan dengan nominal tarif, tetapi mengaku akan terdampak dua kali lipat karena harus berganti ke Transjakarta yang kabarnya juga akan menaikkan tarif. Menurutnya, perubahan ini bisa memberatkan kelompok pengguna tertentu, terutama ibu rumah tangga di permukiman padat yang terbiasa memanfaatkan layanan gratis untuk aktivitas harian seperti pergi ke pasar.

Ia juga menyampaikan masukan terkait fasilitas armada. Selvi berharap ada tambahan alat tap kartu di bagian belakang kendaraan agar penumpang tidak perlu menyerahkan kartu ke pengemudi atau pengguna lain. Ia menilai sistem oper kartu rawan menimbulkan masalah, seperti kartu tertukar atau potensi kesalahan saat transaksi berlangsung.

Kekhawatiran lain datang dari Dika (22), pengguna asal Fatmawati, Jakarta Selatan. Ia mengaku sedih jika layanan gratis JakLingko benar-benar hilang karena program ini sangat membantu pelajar dan pekerja dengan mobilitas tinggi. Meski begitu, Dika masih bisa menerima kebijakan tarif jika dana yang terkumpul digunakan untuk peningkatan sarana dan prasarana. Asalkan transparan dan jelas arah penggunaan anggarannya, ia menilai rencana tarif Rp 2.000 masih dapat dimaklumi.

Seiring berbagai pendapat tersebut, wacana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengenai tarif JakLingko terus dipantau publik. Banyak harapan agar bila kebijakan ini diterapkan, kualitas layanan semakin baik, pengawasan sopir lebih ketat, dan fasilitas semakin lengkap untuk mendukung kenyamanan seluruh pengguna.

Anda mungkin menyukai postingan ini